HELLOOOO!
Jadi postingan blog kali ini adalah sebuah cerita yang bener-bener aku tulis dari hati yang paling dalam *azek* karena orang selalu bertanya, “Sekolah kuliner tuh gimana sih?”
—
Perjalananku memilih sekolah kuliner tuh panjang sekali. Memang sedari kecil aku pernah asal nyeplos dan bilang kalau aku pengen banget buka restoran simply karena aku mikirnya kalo punya restoran tuh enak ya bisa makan sepuasnya dan sesuka hati lol tapi ketika aku sadar ternyata omongan itu adalah omongan bocah yang bener-bener nggak pake mikir sama sekali hahahaha. But hey, waktu kecil aku juga sebenarnya nggak tau pas besar nanti mau jadi apa.
Keinginan untuk jadi chef dan ingin menekuni dunia kuliner itu berawal dari kejadian-kejadian yang aku alami pas kecil dulu. Namanya anak kecil kalo diajak ke Indomaret atau Alfamart pasti senengnya luar biasa. Dulu (bahkan sampai sekarang) aku seneng banget makan oreo. Namun untuk beli oreo di toko-toko gitu mamaku ga mampu beliin karena ekonomi keluargaku yang biasa (bahkan bisa dibilang ngepas banget) dan hidupku sederhana banget lah (sampai sekarang juga and more than enough). Di rumah aku cuma tinggal sama mamaku dan kakak-kakakku. Papaku kerja di Gresik trus dipindah tugasnya ke Jakarta. Sehingga aku selalu menghabiskan masa kecilku sampai remaja sama mamaku dan papaku harus bolak-balik Jakarta-Surabaya. Jadi, aku terbiasa hidup apa adanya dan terkadang aku sampai merengek saking pengennya beli jajan. Tapi mamaku selalu bilang, “Mama belikan kalau ada rejeki lebih ya.” But at that time aku mengerti bahwa when my mom said it, she meant it sehingga aku sadar diri dan nggak merengek lagi.
Nah, beranjak SMP, temen-temenku pokoknya gaul banget lah. Karena sekolahku dulu deket banget sama Galaxy Mall, tiap selesai UAS gitu temen-temenku langsung cus ke mall itu hanya untuk sekadar menghilangkan penat, nonton di bioskop, cari makan, dsb. Sedangkan aku harus langsung pulang karena aku sadar uang sakuku nggak banyak. Tiap kali pergi ke mall, apalagi resto fancy sekelas Sushi Tei aja aku sampai nggak berani masuk karena dibayanganku pasti mahal. Bahkan nih, untuk lihat menu-menu yang dipajang diluar aja aku nggak berani lihat sama kakakku. Selalu dalam hati bilang pengen banget suatu hari bisa ngerasain makan di Sushi Tei. Ujung-ujungnya tiap ke mall selalu cobain makanan di food courtnya. Tapi pada saat itu makan di food court adalah suatu hal yang wow banget karena setidaknya masih bisa makan. Sefancy-fancynya resto yang kudatangi itu paling banter cuma McDonald’s atau KFC.
Dari situ aku sering banget ngelamun dan bayangin gimana enaknya makan makanan yang belum pernah aku coba sebelumnya kayak di Sushi Tei atau apalah. Sampai akhirnya aku nonton film Disney’s Pixar yang judulnya Ratatouille… aku sadar bahwa kuliner adalah sesuatu yang ingin aku tekuni sejak saat itu. Yaudah pas SMP ketika temen-temenku sibuk nyiapin ujian TPA (tes potensi akademik), aku fokus untuk nyiapin sekolah di sekolah kejuruan. Awalnya agak gengsi dan minder ya karena aku pilih SMK daripada SMA tapi aku yakin dengan pilihanku. Aku rasa nggak ada yang salah dengan apapun pilihannya karena aku tau yang terbaik. Terlebih aku tau apa mauku.
Sekolah kejuruan, aku dapat kesempatan magang di salah satu hotel di Surabaya yang mana aku bisa tuh makan makanan yang selama ini aku pengenin hahahahaha God is super good. Cuma ya bukan “makan” gitu lho guys tapi ya tasting aka nyobain beberapa hasil masakan yang bakal di hidangkan hari itu. Tapi itu salah satu nikmat Tuhan yang perlu disyukuri kan? Makanannya juga enak-enak dan terlebih aku bisa tau cara masaknya gimana. Sampai akhirnya aku kuliah perhotelan dengan konsentrasi tata boga, I would say that’s the best time of my life karena aku bisa makan ini itu tanpa perlu beli makan di resto fancy-fancy itu. Dan ketika aku pergi ke Amerika pun, aku semakin bersyukur ternyata Tuhan kasih kesempatan buat aku untuk cobain berbagai macam makanan yang mana aku nggak perlu keluar uang sama sekali.
Oke, jadi gimana rasanya sekolah kuliner itu? Well, namanya sekolah pasti nggak ada yang nggak capek. Selalu ada ups and downsnya yang sering bikin kita harus ready setiap harinya. Everyday is a new challenge and you have to expect the unexpected thing that would probably happen. Apalagi jaman-jaman sekolah kejuruan itu yaampun capeknya luar biasa karena pelajarannya di campur praktek sama teori. Sekolah masuknya jam 6.30 pagi trus pulang jam 3.30 sore dan setelah itu harus beli bahan untuk praktek besoknya. Malemnya harus belajar untuk pelajaran teori sambil belajar resep yang bakal di praktekin. Pas kuliah, ada buanyakk resep yang harus dipelajari agar kita bisa lulus ujian apalagi kalau ujiannya dapat pastry/bakery, belajarnya nggak bisa pake sistem kebut semalam.
Sekolah kuliner itu berat, to be honest. Aku aja sebagai anak yang gampang bosen strugglenya setengah mati untuk bisa survive di sekolah. Kalo udah pilih sekolah kuliner, kita nggak bisa ngerjain hal yang sama terus-terusan tanpa ada perasaan ingin tahu yang besar. Misal, kita merasa jago mengolah makanan yang savory sehingga kita stuck disitu-situ aja tanpa mau belajar sweet dish. Sekolah kuliner tuh yang dipelajari banyak, mulai dari menu, resep, tools, ingredients, kitchen operational, dan makanan dari berbagai daerah/negara yang diolah menjadi appetizer, main course, soup, dessert, atau apapun itu. Nggak bisa hanya dipelajari cuma menghafal aja tapi kita harus bener-bener mengerti karena nggak mungkin kan kalo udah terjun di dapur kita nggak tau basicnya sama sekali. Lagipula, kalo sudah bekerja di kitchen, we can’t cook with our ego. Tapi balik lagi, tiap sekolah punya kadar sulitnya sendiri-sendiri dan apa yang kutulis ini adalah sebuah point of view yang aku rasakan selama aku sekolah kuliner.
Kalo udah milih sekolah kuliner, kita sebagai murid juga harus tau cara menjaga tubuh kita biar selalu sehat dan berstamina karena kerja di dapur itu bisa lebih dari delapan jam dan peralatannya itu asli buerat. Dulu tuh aku pas semester satu pernah dihukum dosenku (ya nggak aku aja sih tapi sekelas HEHE) gara-gara nggak paham sama materi yang bakal dipraktekin hari itu dan yaudah kita sekelas disuruh lari keliling lapangan sambil bawa stock pot. HAHAHAHA. Fun factnya adalah sekolah kuliner itu nggak selamanya bikin kamu tambah gendut atau tambah kurus. Waktu di Amerika aku sempet turun berat badan saking capeknya kerja di kitchen yang bikin aku nggak selera makan. But if you really concern with your body dan sangat takut berat badannya naik, well mungkin agak susah untuk pilih sekolah kuliner karena everytime is tasting time. We taste everything. Tapi kalo tetep diimbangi dengan olahraga masih bisa kok body kita sebadass Farah Quinn.
But overall, sekolah kuliner adalah sekolah terbaik yang pernah kupilih. I love it more than anything even if it makes me sad or happy at the same time, I cherish every single day that I’ve spent in culinary school.